Laman

Selasa, 12 Oktober 2010

PERSPEKTIF ALKITAB UNTUK KEHIDUPAN REMAJA KRISTEN

PERSPEKTIF ALKITAB UNTUK KEHIDUPAN REMAJA KRISTEN

oleh: Pdt. Cornelius Kuswanto, D.Th.
 


PENDAHULUAN
Agustinus, salah seorang bapak gereja, dilahirkan di Tagaste (sekarang di wilayah Algeria) pada tahun 354. Ibunya yang bernama Monika adalah seorang Kristen yang saleh sedangkan Patrik, ayahnya, adalah seorang kafir yang mempunyai sifat pemarah dan pemabuk. Agustinus dipengaruhi oleh kehidupan ayahnya dan menjadi seorang remaja yang hidup menuruti hawa nafsunya. Pada masa mudanya, selain pandai menghafal Agustinus juga pandai berdusta, berkelahi, mencuri dan main perempuan. Ia pernah hidup bersama seorang wanita muda selama 13 tahun di luar nikah, dan dari hubungan asusila ini lahirlah seorang anak laki-laki.

Namun syukur kepada Tuhan karena melalui pembacaan surat Roma 13:13-14 yang berkata: “Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya,” Agustinus bertobat. Agustinus yang belum bertobat adalah Agustinus yang hidup mengikuti hawa nafsu sendiri, merugikan orang lain, hanyut dalam kenikmatan dunia dan tidak takut Tuhan. Agustinus yang sudah bertobat adalah Agustinus yang hidup dalam kekudusan, menjadi berkat bagi orang lain, meninggalkan kenikmatan dunia dan takut akan Tuhan serta mengasihi firman-Nya.

Jika Tuhan sudah menyatakan kemurahan-Nya terhadap Agustinus melalui firman Tuhan yang dibacanya di kitab Roma 13:13-14, biarlah Tuhan juga menyatakan kemurahan-Nya pada kita melalui topik “Perspektif Alkitab untuk Kehidupan Remaja Kristen.” Apakah perspektif Alkitab untuk kehidupan remaja Kristen?


PERSPEKTIF TERHADAP DIRI SENDIRI
Alkitab mengajar bahwa sebagai remaja Kristen, tubuh kita adalah bait Allah yang hidup. Paulus amat memperhatikan perbuatan dan tingkah laku orang Kristen. Ia berkata kepada orang-orang Kristen di Korintus demikian: “Tidak tahukah kamu bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Kor. 3:16). Kemudian ia berkata lebih lanjut: ”Tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu. . . ?” (1Kor. 6:19). Paulus menulis kepada umat Tuhan di Korintus dengan memakai gaya bahasa retoris “tidak tahukah kamu. . . .” yang mempunyai pengertian bahwa mereka sesungguhnya sudah harus tahu bahwa sebagai orang-orang percaya, tubuh mereka adalah bait Allah yang hidup di mana Roh Kudus diam di dalam mereka.

Bagi remaja dunia, tubuh adalah alat untuk melampiaskan nafsu tetapi bagi remaja Kristen, tubuh ialah bait Allah yang kudus sehingga remaja Kristen sepatutnya hidup dalam kekudusan. Ketika kita percaya Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, kita dimeteraikan oleh Roh Kudus. Karena itu kalau kita tetap hidup menuruti hawa nafsu berarti kita mendukakan Roh Kudus.

Kita dipanggil untuk meninggalkan semua kebiasaan yang dapat memperhamba kita tetap hidup dalam dosa supaya kita dapat hidup dalam kekudusan. Apakah ada dosa-dosa yang membelenggu kita seperti pesta-pora, mabuk, judi, narkoba? Kita perlu memohon kepada Tuhan agar kuasa Roh Kudus memampukan kita untuk lepas dari perbuatan-perbuatan dosa yang memperhamba kita. Menurut remaja dunia, pesta-pora, mabuk, judi dan narkoba adalah hal yang normal. Tetapi menurut Alkitab semua itu memperbudak kehidupan kita sehingga kita hidup dalam belenggu dosa.


PERSPEKTIF TERHADAP ORANG LAIN
Manusia adalah makhluk sosial. Remaja Kristen sebagai bagian dari masyarakat juga harus hidup memperhatikan orang lain yang ada di sekeliling kita. Tingkah laku dan perbuatan kita akan mempengaruhi orang lain. Bagaimanakah sikap kita sebagai remaja Kristen terhadap orang lain? Kita akan melihatnya dari dua sudut, yakni dari sudut negatif dan positif.

Dari Sudut Negatif: Jangan Kita Memakai Kebebasan Yang Kita Miliki di dalam Kristus Menjadi Batu Sandungan bagi Orang Lain
Paulus berkata, “... jagalah supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah” (1Kor. 8:9). Orang Kristen di Korintus harus memikirkan sesama saudara seiman. Bagi orang-orang Kristen yang kuat hati nuraninya, makan daging yang sudah dipersembahkan kepada berhala tidak menjadi masalah, karena itu bukan apa-apa. Tetapi bagi orang-orang Kristen yang lemah hati nuraninya, kebebasan perbuatan orang-orang Kristen yang kuat hati nurani itu bisa menjadi batu sandungan. Sebab itu Paulus berprinsip: “Apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku” (1Kor. 8:13). Paulus memakai kebebasan yang ia miliki dengan mengontrol kebebasan itu sehingga boleh menjadi berkat bagi orang-orang yang ia layani (1Kor. 9:19).

Kita bebas memilih cara dan mode berpakaian sesuai dengan keinginan kita. Tetapi apakah melalui hal itu, misalnya dengan berpakaian terlalu tipis, terlalu ketat, terlalu pendek, kita sudah menjadi batu sandungan terhadap orang lain? Mengikuti mode masa kini, yes, tetapi kalau mode masa kini menjatuhkan iman orang lain, biarlah kita melepaskan mode tersebut demi membangun iman sesama saudara kita.

Dari Sudut Positif: Memakai Kebebasan yang Kita Miliki di dalam Kristus untuk Menjadi Berkat bagi Orang Lain
Tuhan Yesus merupakan teladan terindah bagi kita dalam memakai kebebasan untuk menjadi berkat bagi orang lain. Contohnya, Yesus memakai waktu malam-Nya untuk berbicara dengan Nikodemus, seorang Farisi yang membutuhkan penyelesaian tentang masalah kerajaan sorga (Yoh. 3:1-21). Yesus memakai waktu siang-Nya untuk berbicara dengan wanita Samaria (seorang wanita yang dihindari orang banyak karena perbuatan amoralnya) untuk menyelesaikan masalah air hidup (Yoh. 4:1-26). Yesus bertanya kepada Bartimeus, pengemis buta dari kota Yerikho, “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Yesus kemudian menyembuhkan buta Bartimeus (Mrk. 10:46-52). Tuhan Yesus menolong orang lain bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan semata-mata untuk keuntungan orang yang dilayani-Nya. Pola kehidupan Yesus yang sedemikian ini membuat Paulus memberikan nasihat kepada orang-orang Kristen di Korintus: “Jangan seorang pun mencari keuntungan sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain” (1Kor. 10:24).

Confusius mengajar, “Apa yang kita tidak mau orang lain perbuat kepada kita, jangan kita lakukan terhadap orang lain.” Ini adalah Golden Rule dari Confusius. Kalau kita mau menjadi orang baik, jangan berbuat jahat kepada orang lain. Ajaran moral ini adalah ajaran yang pasif.

Yesus juga memberikan Golden Rule kepada orang percaya, yakni: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Mat. 7:12). Yesus mengajar kita untuk menjadi anak-anak Tuhan yang aktif melakukan perintah Tuhan terhadap sesama kita.


PERSPEKTIF TERHADAP DUNIA INI
Sebagai remaja Kristen kita patut mengasihi manusia berdosa yang ada di dalam dunia (Yun. kosmos) ini sebagaimana Allah mengasihi (Yoh. 3:16). Yesus mengasihi penduduk Yerusalem dan menangis bagi mereka yang mengeraskan hati menolak keselamatan yang Ia sediakan (Luk. 19:41). Kita sudah memiliki hidup kekal dari Tuhan dan sepatutnya kita mengasihi orang-orang di dalam dunia yang belum mempunyai hidup kekal dalam Tuhan Yesus.

Di pihak lain, sebagai orang percaya kita diperingatkan untuk tidak mengasihi dunia. Di dalam suratnya, rasul Yohanes menasihati orang-orang percaya, “Janganlah kamu mengasihi dunia (Yun. kosmos) dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginanya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya (1Yoh. 2:15-17).

Mirip dengan nasihat Yohanes, Petrus menasihati orang Kristen agar menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa (1Ptr. 2:11). Keinginan daging yaitu hidup menuruti kemauan hawa nafsu yang mementingkan diri sendiri dan kepuasan diri. Orang-orang di sekeliling kita menjadikan posisi, kekuasan, kekayaan sebagai prioritas mereka. Apakah remaja Kristen juga mengejar hal-hal ini?

Selanjutnya, keinginan mata yaitu apa yang kita lihat kita menginginkannya. Orang-orang dunia hidup berdasar penampilan yang kelihatan di depan mata. Penonjolan diri melalui perhiasan dan kemewahan merupakan ciri-ciri kehidupan manusia di dunia ini. Kehidupan semacam ini bukan untuk kehidupan remaja Kristen.

Sedangkan keangkuhan hidup yaitu percaya diri berdasarkan materi yang kita miliki. You are what you drive. Anda adalah manusia kalau memiliki BMW atau Rolls Royce. You are what you wear. Anda adalah manusia kalau berpakaian pola Paris atau memakai arloji Rolex. Anak Tuhan tidak memakai perspektif hidup seperti ini. Kita adalah manusia yang bernilai di hadapan Tuhan bukan karena memiliki mobil mahal atau perhiasan mewah, melainkan karena kita adalah anak Tuhan yang sudah ditebus oleh darah Kristus yang tidak ternilai harganya. Kita tidak perlu merasa kuper (kurang pergaulan) karena tidak mengikuti cara hidup orang dunia yang menekankan penampilan luar yang memukau. Justru sebagai remaja Kristen kita perlu hidup dengan prinsip kuper, yaitu mau memperkenan hati Tuhan dengan tidak mengasihi dunia ini dengan segala kemewahan dan kenikmatannya.


PERSPEKTIF TERHADAP TUHAN
Kelakuan dan kehidupan remaja Kristen bukan hanya berhubungan dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia ini, tetapi yang lebih penting kelakuan dan kehidupan orang Kristen berhubungan dengan Tuhan yang sebagai sumber hidup orang Kristen.
Seorang Anak Tuhan Hidup Mengasihi Tuhan dan Firman-Nya
Karena Tuhan sudah mengasihi kita lebih dahulu maka kita patut mengasihi Tuhan. Bukti bahwa seseorang mengasihi Tuhan ialah mengasihi firman Tuhan dan suka melakukan firman itu dalam kehidupannya. Firman Tuhan harus mengendalikan seluruh aspek kehidupan kita, baik pikiran, perkataan dan perbuatan (Yoh. 14:15; 21; 15:10; 1Yoh. 2:3-5; 3:21 dst.).

Pemazmur berulang kali mengutarakan isi hatinya yang mengasihi Tuhan dengan mengasihi firman Tuhan: “Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya” (Mzm. 119:35); “Itulah sebabnya aku mencintai perintah-perintah-Mu lebih daripada emas, bahkan daripada emas tua” (Mzm. 119:127); “Aku berpegang pada peringatan-peringatan-Mu dan aku amat mencintainya” (Mzm. 119:167).

Seorang Anak Tuhan Hidup dalam Takut akan Tuhan
Seseorang yang takut akan Tuhan ialah orang yang menghormati Tuhan dalam setiap aspek kehidupannya. Konkretnya, seseorang yang takut akan Tuhan ialah seorang yang takut berbuat dosa di mana saja dan kapan saja. Bandingkan perbuatan istri Potifar yang tidak takut akan Tuhan, dengan perbuatan Yusuf yang takut akan Tuhan (Kej. 39). Ketika suaminya tidak di rumah, istri Potifar tanpa malu-malu: mengajak Yusuf tidur bersama (39:7); membujuk Yusuf tidur bersama dari hari ke hari (39:10); memegang baju Yusuf (39:12); memfitnah Yusuf di muka orang banyak (39:14); memfitnah Yusuf di depan suaminya ketika sang suami kembali dari tugasnya (39:17).

Dari perbuatannya kita mengetahui bahwa istri Potifar sama sekali tidak takut akan Tuhan. Kebalikan dari istri Potifar yang tidak takut Tuhan, Yusuf adalah seorang pemuda yang takut akan Tuhan. Meskipun ia dibujuk dari hari ke hari untuk tidur bersama dengan istri Potifar, Yusuf menolak melakukan perbuatan yang tidak patut ini karena hal itu merupakan kejahatan besar dan dosa terhadap Allah (Kej. 39:9).

Daud yang bertobat menyadari bahwa perbuatan zinahnya dengan Batsyeba merupakan dosa terhadap Tuhan. Dalam Mazmur 51:6 ia berkata, “Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kau anggap jahat....” Kita harus memohon kepada Tuhan untuk menolong kita menghargai kekudusan kehidupan seksual. Hubungan seks sebelum menikah merupakan dosa terhadap Tuhan. Perbuatan ini sudah dianggap normal oleh banyak remaja masa kini. Tetapi Tuhan menghendaki remaja Kristen menjaga kekudusan hidup pernikahan. Penulis kitab Ibrani berkata, “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah” (13:4).


KESIMPULAN
Kita membutuhkan pertolongan Tuhan agar dapat menjaga kekudusan hidup kita sebagai bait Allah yang hidup agar kita menjadi berkat bagi orang lain dengan berbuat baik sebagai ekspresi pernyataan hidup Kristus. Kehidupan kita harus merupakan kehidupan yang tidak mengasihi dunia dengan segala kenikmatan dan kemewahan, tetapi sebaliknya, kita mengasihi Tuhan serta senang untuk melakukan firman itu dalam segala aspek kehidupan dengan dasar takut akan Tuhan.

 Sumber: 

Profil Pdt. Dr. Cornelius Kuswanto:
 blogspot.comsemuakotbah./2010/09/perspektif-alkitab-untuk-kehidupan.html


Rabu, 06 Oktober 2010

Oh......Remaja ! ! !

Perkataan “Remaja” berasal daripada perkataan Latin bermakna menuju ke arah kematangan, merujuk kepada satu peringkat perkembangan manusia, yaitu peringkat transisi antara peringkat kanak-kanak dan peringkat dewasa. Dari sudut perkembangan si remaja mengalami pelbagai perubahan yang  drastis dalam fisik, sosial,  bahasa maupun emosi. Sehingga si remaja dengan emosi yang tidak stabil sering menimbulkan “masalah".

Ciri-ciri Remaja
§  Suka bergaulan dengan rakan sebaya daripada ibu bapa.
Pada peringkat ini, manusia remaja akan mula belajar bergaulan dengan orang lain selain daripada ahli anggota keluarga mereka. Ini bermaksud bahawa peringkat remaja merupakan peringkat perkembangan sosial seseorang. Sehubungan itu, orang remaja adalah suka berkawan dan senang tersinggung oleh masalah sosial.
§  Suka berangan-angan.
Remaja yang normal mempunyai angan-angan sihat mengenai masa depan mereka. Mereka sentiasa memikirkan apa yang akan mereka buat pada masa hadapan.
§  Senang Terpengaruh oleh Emosi.
Orang remaja merupakan orang yang senang terpengaruh oleh emosi. Ini adalah kerana rasional mereka masih berkembang dan belum sampai ke satu tahap yang mantap.

Senin, 04 Oktober 2010

Masa Remaja

            Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan social.

Para ahli umumnya sepakat bahwa rentangan masa remaja berlangsung mengklasikasikan masa remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d. 14-15 th); dan (2) remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th).
§  Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu.
§  G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan).

Merujuk pada tulisan A.Samsuddin (2003), di bawah ini disajikan berbagai karakteristik  perilaku  masa remaja, yaitu remaja awal (11-13 s.d. 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 s.d. 18-20 tahun) meliputi aspek : fisik, psikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas, keagamaan,  konatif, emosi afektif dan kepribadian.


Remaja Awal
(11-13 Th s.d.14-15 Th)
Remaja Akhir
(14-16 Th.s.d.18-20 Th)
Fisik
Laju perkembangan secara umum berlangsung pesat.
Laju perkembangan secara umum kembali menurun, sangat lambat.
Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering- kali kurang seimbang.
Proporsi ukuran tinggi dan berat badan lebih seimbang mendekati kekuatan orang dewasa.
Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbul bulu pada pubic region, otot mengembang pada bagian – bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin (menstruasi pada wanita dan day dreaming pada laki-laki.
Siap berfungsinya organ-organ reproduktif seperti pada orang dewasa.




Psikomotor
Gerak – gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan.
Gerak gerik mulai mantap.

Aktif dalam berbagai  jenis cabang permainan.

Jenis  dan jumlah cabang permainan lebih selektif dan terbatas pada keterampilan yang menunjang kepada persiapan kerja.
Bahasa
Berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing.
Lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu yang dipilihnya.

Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik dan estetik.
Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung nilai-nilai filosofis, ethis, religius.
Perilaku Kognitif
Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferen-siasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas.
Sudah mampu meng-operasikan kaidah-kaidah logika formal disertai kemampuan membuat generalisasi yang lebih bersifat konklusif dan komprehensif.

Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat.

Tercapainya titik puncak kedewasaan  bahkan mungkin mapan (plateau) yang suatu saat (usia 50-60) menjadi deklinasi.
Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecende- rungan yang lebih jelas.
Kecenderungan bakat tertentu mencapai titik puncak dan kemantapannya

Perilaku Sosial
Diawali dengan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer.
Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif dan lebih lama (teman dekat).

Adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai 
semangat konformitas yang tinggi.

Kebergantungan kepada kelompok sebaya berangsur fleksibel, kecuali dengan teman dekat pilihannya yang banyak memiliki kesamaan minat.
Moralitas
Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.
Sudah dapat memisahkan antara sistem nilai – nilai atau normatif yang universal dari para pendukungnya yang mungkin dapat ber-buat keliru atau kesalahan.
Dengan sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya.
Sudah berangsur dapat menentukan dan menilai tindakannya sendiri atas norma atau sistem nilai yang dipilih dan dianutnya sesuai dengan hati nuraninya.

Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.
Mulai dapat memelihara jarak dan batas-batas kebebasan- nya mana yang harus dirundingkan dengan orang tuanya.
Perilaku Keagamaan
Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis.

Eksistensi dan sifat kemurah-an dan keadilan Tuhan mulai dipahamkan dan dihayati menurut sistem kepercayaan atau agama yang dianutnya.
Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.
Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari mulai dilakukan atas dasar kesadaran dan pertimbangan hati nuraninya sendiri secara tulus ikhlas
Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup
Mulai menemukan pegangan hidup

Konatif, Emosi,  Afektif dan Kepribadian
Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah kecenderungannya
Sudah menunjukkan arah kecenderungan tertentu yang akan mewarnai pola dasar kepribadiannya.

Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernya-taan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti dalam yang cepat
Reaksi-reaksi dan ekspresi  emosinalnya tampak mulai terkendali dan dapat menguasai dirinya.


Kecenderungan-kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.


Kecenderungan titik berat ke arah sikap nilai tertentu sudah mulai jelas seperti yang akan ditunjukkan oleh kecenderungan minat dan pilihan karier atau pendidikan lanjutannya; yang juga akan memberi warna kepada tipe kepribadiannya.

Merupakan masa kritis dalam rangka meng-hadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psiko-sosialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya.
Kalau kondisi psikososialnya menunjang secara positif maka mulai tampak dan ditemukan identitas kepriba-diannya yang relatif definitif yang akan mewarnai hidupnya sampai masa dewasa.
Tentunya masih banyak faktor yang timbul dalam problema remaja, baik internal maupun eksternal. Agar remaja dapat terhindar dari berbagai kesulitan dan problema kiranya diperlukan kearifan dari semua pihak.